Tuntutan ini bukan cuma soal kondisi ekonomi, tapi juga soal
hak mahasiswa yang terpangkas saat belajar secara daring atau online.
Hal itu disampaikan melalui surat terbuka dalam akun Twitter
@AliansiBEM_SI, sambil menyertakan tagar #MendikbudDicariMahasiswa, Selasa
(2/6). Aliansi BEM SI merupakan perwakilan dari 150 PTN dan PTS di seluruh
Indonesia.
"Kami bermaksud mengundang Saudara [Nadiem] untuk
melakukan audiensi terbuka dengan perwakilan dari Aliansi BEM SI," tutur
surat terbuka yang Aliansi BEM SI ditandatangani pada 27 Mei itu.
"Instruksikan seluruh perguruan tinggi untuk melakukan pembebasan atau relaksasi biaya kuliah (UKT) di semester selanjutnya sebagai dampak dari Covid-19," tutur salah satu tuntutan tersebut.
BEM SI beralasan penurunan uang kuliah genting diterapkan
mengingat kondisi ekonomi sebagian besar orang tua mahasiswa terdampak pandemi
Corona.
Berdasarkan survei BEM SI kepada para anggotanya, 83,4
persen mahasiswa mengalami perubahan atau penurunan penghasilan orang tua
selama pandemi. Sebanyak 76,9 persen mahasiswa tidak memiliki jaminan untuk
membayar biaya kuliah semester depan.
Sementara, kebutuhan kuliah jarak jauh meningkat kala
pandemi. Misalnya untuk kebutuhan pulsa. Menurut survei yang sama, 92,2 persen
mahasiswa menggunakan kuota internet Rp25 ribu-Rp500 ribu per pekan. Selain
itu, ada kebutuhan logistik bagi mahasiswa yang tak bisa pulang kampung.
"Berlakukan secara tegas imbauan setiap perguruan
tinggi untuk memberikan bantuan kuota internet, logistik, dan Kesehatan bagi
seluruh Mahasiswa ditengah pandemi Covid-19. Berikan sanksi terhadap perguruan
tinggi yang tidak merealisasikannya," demikia tuntutan BEM SI.
Imbauan agar perguruan tinggi memberikan bantuan subsidi
pulsa, logistik, dan kesehatan sebenarnya sudah diinstruksikan Nadiem lewat
Surat Edaran Nomor 302/E.E2/KR/2020 pada 17 Maret 2020.
Namun, Aliansi BEM SI menyatakan masih ada perguruan tinggi
yang tidak memberikan bantuan itu.
Sebelumnya Jejaring sosial Twitter diramaikan tuntutan dengan #KemanaRektorUM beberapa hari lalu. Tagar ini jadi aksi mahasiswa UM menyuarakan tuntutan keringanan Uang Kuliah Tunggal selama pandemi.
Presiden BEM UM Haikal menyatakan gerakan tersebut jadi opsi
terakhir dari rentetan upaya pihaknya menyampaikan tuntutan keringanan UKT
kepada rektorat.
"Karena dari kami sudah sebenarnya sudah menyarankan ke
pihak rektorat segera buat surat keputusan atau surat edaran terkait penurunan
UKT UM," tuturnya, Minggu (31/5).
Perkara keringanan UKT, lanjutnya, juga bukan hanya karena
kondisi ekonomi mahasiswa. Ia mengaku banyak yang enggan membayar karena merasa
tak menerima haknya.
Misalnya, perkara biaya operasional. Ia menilai dana
tersebut seharusnya bisa dipotong karena selama pandemi mahasiswa tak menikmati
fasilitas kampus selama pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Disamping itu PJJ berbasis daring yang dilakukan pihak
kampus juga tak semaksimal yang diharapkan mahasiswa.
"Karena ada beberapa dosen yang tidak menghiraukan
[pembelajaran daring]. Ada yang meninggalkan, ada yang cuma ngasih tugas
aja," jelasnya.
Akun @oktavia_cam misalnya, mengunggah gambar bertuliskan
"bayar berjuta-juta tapi kuliah sebatas di Whatsapp". Unggahan serupa
juga diikuti sejumlah akun lain. (*)
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Jamal
Wiwoho smenyatakan mahasiswa PTN bisa mengajukan permohonan keringanan UKT atau
sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) selama Corona kepada pihak kampus.
Sebelumnya, Jejaring sosial Twitter diramaikan tuntutan
dengan #KemanaRektorUM sejak kemarin malam. Tagar ini jadi aksi mahasiswa
Universitas Negeri Malang menyuarakan tuntutan keringanan Uang Kuliah Tunggal
selama pandemi Covid-19.
Pada Selasa (2/6) malam, tagar #MendikbudDicariMahasiswa dan #NadiemManaMahasiswaMerana masih menduduki posisi satu dan dua trending Twitter di Indonesia.