Dia mencontohkan kriminalisasi yang diterima oleh aktivis
yang berani mengeritik pemerintah. Kritik disikapi secara represif. Negara
bahkan tidak punya grand design dalam menangani pandemi coronavirus disease
2019 (2020).
Pemerintah tak punya grand design bisa dilihat dari
kebijakan setiap institusi pemerintahan yang tidak konsisten, koordinasi yang
buruk antarlembaga semakin memperparah situasi karena Indonesia harus melewati
pandemi tanpa kepemimpinan yang kredibel.
“Pemerintahan hari ini itu seperti entitas lain yang tidak
menjadi tidak bagian dari kita semua,” kata Haris Azhar dalam diskusi daring
yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (27/5).
Haris Azhar mengibaratkan negara seperti kehidupan dalam
rumah tangga. Idealnya, semua anggota keluarga saling bahu-membahu mencari
solusi yang terjadi. Contoh kecilnya, ayah bakal memperbaiki genteng yang
bocor, ibu menyiapkam makanan, hingga anak-anak mempertajam intelektualitas
untuk keperluan strategi dan lain-lain.
“Negara itu seperti bukan bagian dari kehidupan rumah
tangga, kalau kita mengambil persepsi kehidupan rumah tangga. Negara itu
seperti petugas keamanan RW di lingkungan tersebut yang tidak mandi selama 7
hari, yang kehadirannya tidak inginkan. Kehadirannya tidak diinginkan, bau,
masuk ke dalam rumah dan marah-marahin kita,” kata Haris Azhar.
Pemerintah Gagal Jadi ‘Ayah’ untuk Rakyat
Masalah lain adalah pemerintah tidak berperan sebagai ayah
dalam kehidupan bernegara. Pemerintah Lebih mengutamakan kepentingan segelintir
elit di tengah pandemi ketimbang mengurus rakyat.
“Negara ini tidak akan bisa menangani situasi ini, dan
akhirnya nanti kita dapat banyak novel. Cerita dari satu subjek dalam satu
situasi,” ucap Haris Azhar.
Di sisi lain, pengambil kebijakan di tingkat bawah juga
memanfaatkan situasi pandemi untuk keuntungan pribadi. Haris Azhar mengaku
mendapat laporan dari salah satu warga yang dipaksakan membeli APD hanya karena
memeriksa kesehatan di sebuah rumah sakit.
Begitu juga buruh di Halmahera, Maluku Utara. Di daerah
tersebut buruh dipaksa bekerja saat hari lebaran dan bekerja di tengah pandemi
Covid-19.
“Jadi ada kesematan dalam kesempitan yang dinikmati dalam situasi ini. Ini siapa yang mau mengawasi?” Ucap Haris Azhar. (*)