Ada sejumlah faktor yang disebut membuat mata uang Garuda
menguat. Misalnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI)
dan pemerintah yang direspon positif oleh pasar. Apa lagi faktornya?
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto mengungkapkan penguatan yang terjadi pada rupiah terhadap dolar AS ini karena pasar merespon positif kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan dan regulator keuangan.
"Sejak adanya guidance policy dari BI untuk pemulihan
ekonomi pasar merespon positif," kata Ryan saat dihubungi detikcom, Jumat
(5/6/2020).
Dia menyebutkan 60% faktor yang membuat rupiah menguat
adalah dari dalam negeri. Sedangkan sisanya 40% sentimen negatif dari Amerika
Serikat (AS) sehingga membawa aliran modal asing masuk ke emerging country.
Apalagi proyeksi lembaga keuangan dunia yang menyebutkan
ekonomi Indonesia kemungkinan tidak kontraksi seperti negara-negara peers
Indonesia. Menurut Ryan dengan kondisi yang menggembirakan ini diharapkan
momentum penjagaannya bisa tetap stabil.
"Ya momentum menuju akhir tahunnya diharapkan tidak ada
yang aneh-aneh lah ya di pasar keuangan. Tapi ada catatan kritis juga apresiasi
rupiah ini harus dalam koridor yang baik dan penguatannya tetap
manageable," jelasnya.
Dengan penjagaan yang manageable maka volatilitas ini tidak
terlalu tajam dan kondisi ini sangat membantu pelaku usaha untuk menjalankan
kegiatan ekspor impor dengan rupiah yang sesuai fundamentalnya.
Berdasarkan data Reuters dolar AS tercatat melemah ke posisi
Rp 13.823 dan membuat rupiah perkasa. Padahal sejak diumumkan adanya pasien
positif COVID-19 di Indonesia, rupiah sempat gonjang-ganjing hingga dan dolar
AS menuju ke level Rp 16.000an hingga diprediksi menyentuh Rp 17.000.
Memang, sejak ramai berita COVID-19 masuk ke Indonesia
rupiah terus melemah tertekan dolar AS. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot
Dollar Rate (Jisdor) Pada 2 Maret 2020 saja nilai tukar berada di posisi Rp
14.413 per dolar AS.
Kemudian dolar AS terus meningkat ke level Rp 15.000an pada
17 Maret 2020. Hal ini dipengaruhi oleh bank sentral AS yang memangkas suku
bunga acuan secara mendadak ke level 0,25% sehingga membuat greenback. Hanya
dalam waktu empat hari yakni pada 20 Maret 2020 dolar AS kembali merajalela
yakni memasuki level Rp 16.273.
Kemudian terus meningkat dan tertinggi di level Rp 16.741
per dolar AS pada 2 April 2020. Selanjutnya dolar AS mulai menjinak ke level Rp
15.722 pada perdagangan 13 April 2020.
Lalu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berangsur-angsur
membaik di posisi Rp 15.009 pada 8 Mei 2020. Hari perdagangan berikutnya pada
11 Mei tercatat Rp 14.936 per dolar AS. Mata uang Garuda ini terus menguat
hingga berada di posisi Rp 14.165 pada 4 Juni 2020 dan menguat di level Rp
13.000an pada 5 Juni 2020.
Mengutip data Reuters dolar AS tercatat melemah ke posisi Rp
13.823 dan membuat rupiah perkasa.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengungkapkan penguatan ini 60% terjadi karena pasar merespons positif kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.